Kisah binatang jadi-jadian yang banyak terdengar dalam budaya masyarakat kita, ternyata juga terdapat di belahan lain bumi. Bahkan ada seorang tokoh dunia populer disebut pula sebagai salah satu pengidapnya. Benarkah makhluk demikian ada, bagaimana pula muasal kelahirannya?
Begitu beragamnya insan jadi-jadian di bumi ini. Mulai dari insan harimau atau insan beruang di daerah Asia, insan hyena yang hidup di Afrika, insan anjing hutan coyote diburu di Amerika Tengah, sedangkan insan kadal berkeliaran di Selandia baru. Sama halnya dengan mitos babi ngepet atau leak dalam sebagian masyarakat kita, atau orang Barat yang memfiksikannya dalam film semisal An American Werewolf in London (1981) dan Wolf (1994) yang diperani Jack Nicholson.
Ternyata semua binatang jadi-jadian itu mempunyai abjad serupa. Misalnya, perubahan di malam hari, menularkan kemampuan berubah bentuk melalui tetesan darah dalam gigitan, luka yang terjadi dalam bentuk binatang juga muncul dalam ujud manusia, atau binatang jadi-jadian yang mati segera kembali berubah jadi manusia.
Akibat kutukan
Herodotus, sejarawan Yunani dari kurun V SM, menyampaikan pada + 2.400 tahun lalu, bahwa penduduk di daerah yang kini berjulukan Lithuania dan Polandia, mengaku berubah menjadi insan serigala selama beberapa hari dalam setahun.
Herodotus, sejarawan Yunani dari kurun V SM, menyampaikan pada + 2.400 tahun lalu, bahwa penduduk di daerah yang kini berjulukan Lithuania dan Polandia, mengaku berubah menjadi insan serigala selama beberapa hari dalam setahun.
Masa itu insan serigala yaitu insan dengan dorongan besar lengan berkuasa memangsa insan lainnya. Melalui sihir mereka berubah menjadi serigala hitam untuk memudahkan mewujudkan niatnya. Sekali berubah, berdasarkan kepercayaan lama, akan terus menyimpan kekuatan dan kelicikan serigala.
Baru di kurun 1 SM Virgil sebagai penulis Latin yang pertama kali menyebut-nyebut soal takhayul ini, kemudian diikuti oleh Propertius, Servius, dan Petronius. Petronius yang kepala urusan hiburan zaman pemerintahan Kaisar Nero (54 – 68) bertutur perihal insan serigala dalam bentuk sastra roman Satyricon. Dengan bumbu terang bulan, pekuburan, dan luka abadi sehabis kembali jadi manusia, menciptakan roman itu sebagai bacaan hiburan.
Sebagian tradisi Roma dan Yunani menganggap insan berubah jadi serigala sebagai sanksi dewa, alasannya ia telah mempersembahkan korban berupa manusia, ujar Pliny (61 – 113).
Meski gres kurun XVIII cerita perihal insan serigala diterbitkan, bukan berarti orang berkurang minat terhadap insan serigala. Justru kepercayaan itu demikian kuat, bahkan sering diterima sebagai kebenaran, bukan fiksi.
Menurut kepercayaan usang ada tiga macam insan serigala. Pertama, yang memperolah kemampuan itu melalui keturunan. Konon, kutukan terhadap nenek moyang menimbulkan setiap keturunannya menjadi insan serigala. Kedua, orang yang dengan sukarela jadi serigala dengan alasan dan tujuan jahat. Sedangkan yang terakhir yaitu insan serigala berhati lembut dan baik. Kondisinya yang tidak lazim, malah membuatnya merasa malu.
Sebenarnya, transformasi sering dilakukan oleh dukun-dukun suku tertentu dengan tujuan baik untuk mengatasi duduk masalah di kelompoknya. Saat langka makanan, misalnya, si dukun bisa saja berubah ujud menjadi binatang jadi-jadian serupa makhluk yang akan diburu, semoga lebih gampang melacak buruan itu.
Ada juga yang tidak berubah ujud tetapi meminjam badan binatang untuk memata-matai, menyantet, atau sekadar menakut-nakuti musuh.
Berjubah kulit serigala
Kasus insan serigala yang mencolok terjadi di Prancis, awal kurun XVII. Adalah Jean Grenier (13) yang merasa yakin dirinya insan serigala. Di pengadilan Bordeaux, Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya menciptakan perjanjian dengan setan di hutan. Dengan kulit serigala yang berdasarkan pengakuannya proteksi setan, tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai serigala, namun di siang hari kembali ke bentuk manusia. Ia telah membunuh dan memangsa beberapa anak kecil yang sendirian di ladang, juga menculik bayi yang ditinggal di rumah.
Kasus insan serigala yang mencolok terjadi di Prancis, awal kurun XVII. Adalah Jean Grenier (13) yang merasa yakin dirinya insan serigala. Di pengadilan Bordeaux, Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya menciptakan perjanjian dengan setan di hutan. Dengan kulit serigala yang berdasarkan pengakuannya proteksi setan, tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai serigala, namun di siang hari kembali ke bentuk manusia. Ia telah membunuh dan memangsa beberapa anak kecil yang sendirian di ladang, juga menculik bayi yang ditinggal di rumah.
Sejauh menyangkut sikap kanibalisme, penyelidikan menunjukkan kebenaran pengakuannya. Namun dari sudut kedokteran, berakal balig cukup akal ini digolongkan penderita lycanthropy. Kelainan jiwa ini menyebabkannya berkhayal tubuhnya berubah bentuk menjadi hewan. Menilik usianya yang masih belia, Grenier cuma dieksekusi kurungan seumur hidup di Biara Fransiskan, Bordeaux.
Perubahan Grenier dengan menyamar di bawah kulit serigala serupa dengan cara transformasi insan beruang di Skandinavia yang memakai kulit beruang. Selain kulit binatang, konon ada alat lain, yaitu korset. Ada yang terbuat dari kulit orisinil binatang, ada yang dari kulit insan yang dieksekusi gantung. Dua alat itu banyak digunakan di Prancis, Jerman, Skandinavia, dan beberapa negara Eropa Timur. “Benda sakti” lainnya yaitu salep khusus berisi ramuan dari kelompok flora solanaceae yang membangkitkan halusinasi.
Selain itu ada lagi alat dan cara untuk bertransformasi yang berupa jimat, ramuan, dan mantera pemujaan pada iblis. Khusus pemakaian jimat, justru orang di sekitar si pemakai yang terpengaruh seakan melihat insan serigala, padahal si pelaku tidak berubah. Di luar ketika bulan purnama, perubahan sering terjadi impulsif dan lepas dari kendali pelakunya.
Penampilan si pelaku yang menakutkan, tindak kejahatannya yang mengerikan, dan terutama alasannya kengerian terhadap kekuatan setan, menciptakan insan serigala jadi obyek yang harus diburu dan dimusnahkan. Penghukuman terhadap mereka terjadi di hampir sepanjang sejarah di Eropa. Malah pelaku kejahatan apa pun dengan mudahnya sanggup dijuluki insan serigala.
Pembunuhan massal sering disebut jawaban kejahatan serigala. Seperti yang menimpa Peter Stubbe di tahun 1590 (ada yang menyebut Peter Stump di tahun 1589) dari Bedburg, bersahabat Cologne. Ia dituduh sebagai serigala yang kanibal setidaknya pada 2 pria, 2 perempuan hamil, dan 13 kanak-kanak, dan inses dengan adik perempuannya.
Hukuman yang diterimanya luar biasa. Setelah dicabik-cabik dengan penjepit, dilindas roda, dipancung, risikonya badan tanpa kepala itu dibakar. Hukuman bakar hidup-hidup juga diberlakukan untuk gundik dan anak perempuannya.
Di Prancis dan Jerman, insan serigala biasanya memang dibakar atau digantung. Seperti yang terjadi terhadap lebih dari 200 laki-laki dan perempuan Pirenea (antara Prancis dan Spanyol) di seputar kurun XVI, alasannya diduga insan serigala.
Menurut Elton B. McNeil dalam The Psychoses (1970), demam berburu insan serigala bisa disamakan dengan perburuan terhadap penyihir. Secara kejiwaan mereka yakin, orang akan diberkati kalau bisa menangkap pelayan atau sekutu iblis.
Tak heran, ketika itu di Prancis banyak ditemukan insan serigala kagetan. Dalam satu periode – antara 1520 – 1630 – di Prancis tercatat 30.000 masalah insan serigala.
Ada beberapa patokan untuk memilih apakah seekor serigala jadi-jadian atau tidak. Konon, insan serigala akan mempertahankan bunyi dan mata manusianya. Sedangkan berdasarkan suku Indian, yang berubah jadi serigala hanya belahan kepala, tangan, dan kaki.
Dalam ujud manusia, ada beberapa ciri khas yang membedakannya dengan insan biasa. Dua ujung alisnya saling bertemu di tengah, jari-jari tangannya yang panjang agak kemerahan, dengan jari tengah yang sangat panjang. Selain telinganya agak ke bawah dan sedikit ke belakang, tangan dan kakinya cenderung berbulu lebat.
Rasa takut terhadap insan serigala lebih gampang dipahami dengan mengetahui alasan takut terhadap serigala. Sebelum kurun XX di Eropa dan Asia Utara, serigala dianggap binatang paling cerdik yang berbahaya bagi insan dan ternak. Apalagi kalau serigala itu gila. Cukup sekali gigit korbannya bisa tewas mengerikan. Sampai-sampai ada institusi pemerintah Prancis yang khusus mengontrol serigala, paling tidak semenjak pemerintahan Charlemagne (768 – 814), hingga kurun ini.
Di Eropa pada kurun pertengahan, serigala terkadang digantung bersebelahan dengan pelaku kejahatan di tiang gantungan, sebagai simbol ditaklukkannya kejahatan. Serigala pernah jadi duduk masalah serius Irlandia kurun XVII, sehingga sepotong kepala serigala sama nilai hadiahnya dengan kepala pemberontak.
Hanya halusinasi
Ada pendapat, insan serigala timbul jawaban halusinasi. Antara lain, imbas racun ergot yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea pada gandum. Ergot mengandung materi serupa materi mentah untuk menciptakan LSD.
Ada pendapat, insan serigala timbul jawaban halusinasi. Antara lain, imbas racun ergot yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea pada gandum. Ergot mengandung materi serupa materi mentah untuk menciptakan LSD.
Halusinasi jawaban ergot banyak terjadi di Eropa pada kurun pertengahan. Itu tak lain alasannya masyarakat kebanyakan hanya bisa mengkonsumsi biji gandum yang terkontaminasi, sementara gandum higienis disimpan hanya untuk bangsawan. Maka, tanpa pengalaman atau ilmu sihir, kalau memakan biji-bijian itu orang bisa merasa jadi katak atau serigala.
Satu cerita tragis terjadi tahun 1951 di Pont St Esprit di Rhone Valley, dengan korban keracunan ergot +300 orang. Lima orang mati, sedangkan kebanyakan cacat seumur hidup. Mereka yang cacat mengaku, telah mengalami halusinasi mengerikan. Ada laki-laki yang merasa seakan-akan otaknya dilahap segerombolan ular merah. Ada pula yang sanggup membebaskan diri dari jaket pengikat orang absurd hingga 7x, rontok giginya alasannya menggigit putus tali pengikat dari kulit yang membelenggunya, dan bisa membengkokkan dua batang teralis besi di jendela rumah sakit! Alasannya, laki-laki itu merasa dikejar-kejar harimau.
Pendapat lain menerka insan serigala yaitu jawaban persepsi keliru terhadap penyakit keturunan congenital porphyria. Menurut dr. Lee Illis dari Guy Hospital, London, pengidapnya amat tak tahan terhadap cahaya (karena itu mereka hanya bisa keluar malam hari), giginya berwarna merah atau coklat kemerahan, dan menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa (dari histeris ringan hingga depresi maniak). Borok lambat laun mengubah bentuk tangan mereka menjadi serupa cakar.
Namun, pendapat ini disanggah cendekiawan Almotarus, yang menjelaskan insan serigala dalam bentuk insan mempunyai ciri khusus berupa mata cekung dan kering, serta kulit pucat. Selain itu luka pada kulit penderita jauh berbeda dengan kulit serigala.
Roh jahat dalam perjalanan astral
Pemahaman terhadap insan serigala memasuki era gres menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu mustahil lagi mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin insan serigala bekerjsama yaitu penderita aneka macam jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai tanda-tanda kemurungan jiwa jawaban cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Pemahaman terhadap insan serigala memasuki era gres menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu mustahil lagi mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin insan serigala bekerjsama yaitu penderita aneka macam jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai tanda-tanda kemurungan jiwa jawaban cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Maka dibedakan antara makhluk mitos insan serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).
Lycanthropy berakar dari kata Yunani lycos artinya serigala dan anthropos atau manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert Burton dalam buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy (1621) misalnya, memakai istilah kegilaan terhadap serigala.
Mula-mula lycanthrope digunakan untuk menggambarkan fenomena kuno berupa kemampuan orang berkembang menjadi jadi binatang. Namun lama-lama istilah itu diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal yakin bisa berubah bentuk. Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan bersikap sadis dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan dari waktu ke waktu di aneka macam tempat – bahkan di negara beradab. Selera terhadap daging insan itulah yang mengubah insan menjadi monster. Namun secara konkret penderita lycanthrope tidak pernah berubah bentuk, suara, dan sikap menjadi serigala.
Mengenai penampilannya yang tetap manusia, pada kurun XV – XVI penderita lycanthrope berkilah, bahwa bulu-bulu mereka tumbuh di bawah kulit. Seperti yang terjadi di Padua, Spanyol, tahun 1541, ketika seorang petani dengan keji membunuh dan mengoyak-ngoyak badan beberapa orang korbannya. Saat tertangkap, ia mengaku sebagai serigala meski secara fisik tidak berujud binatang. Itu tak lain alasannya bulu-bulunya tersembunyi di bawah, bukan di atas, kulit. Untuk pertanda ucapannya, penduduk segera memotong lengan dan kakinya. Alhasil, kecewa yang didapat, yang ada cuma darah, otot, dan tulang biasa.
Malah dalam buku klasik perihal sadisme, masokisme, dan lycanthropy Man into Wolf, antropolog Inggris Dr. Robert Eisler menyebut kemungkinan Adolf Hitler sebagai penderita lycanthropy. Ia merujuk pada kesaksian bagaimana sang Fuhrer mempunyai kebiasaan menggigit karpet ketika mengamuk.
Sedangkan insan serigala yaitu orang yang dengan kekuatan sihir atau mantera khusus dipercaya bisa mengubah diri menjadi serigala. Ia benar-benar serupa serigala baik keganasan, kekuatan, kelicikan, dan kecepatan larinya. Ia bisa bertahan dalam kondisi itu selama beberapa jam saja atau bahkan permanen.
Pendapat yang menguatkan keberadaan insan serigala didukung oleh spiritualis Rose Gladden dengan dasar aliran perjalanan astral. “Katakanlah ada orang yang intinya jahat, suka dengan hal-hal yang mengerikan. Saat ia melaksanakan perjalanan astral, roh jahat yang banyak berkeliaran bebas di udara akan menangkap, mengubahnya menjadi serigala atau binatang lainnya, dan memanfaatkannya untuk tujuan keji.”
Dorongan bebas nilai
Lain lagi pendapat paranormal terkemuka Prancis pada kurun XIX Eliphas Levi, bahwa proses transformasi itu yaitu suatu manifestasi simpati insan terhadap naluri kebinatangannya. Menurutnya, insan serigala tidak lebih dari badan nonfisik dan naluri ganas berbentuk serigala.
Dorongan bebas nilai
Lain lagi pendapat paranormal terkemuka Prancis pada kurun XIX Eliphas Levi, bahwa proses transformasi itu yaitu suatu manifestasi simpati insan terhadap naluri kebinatangannya. Menurutnya, insan serigala tidak lebih dari badan nonfisik dan naluri ganas berbentuk serigala.
Senada dengan itu, John Godwin, penulis Unsolved: The World of the Unknown, lebih menyoroti dorongan dalam diri manusia. Jujur saja, bekerjsama insan mempunyai sifat jelek serupa serigala yang selama ini ditekan untuk tidak muncul. “Dengan berubah, mereka bebas dari ujud fisik manusianya yang mengalangi mewujudkan dorongan dan impian besar lengan berkuasa tanpa perlu merasa bersalah atau takut. Dalam ujud binatang, tidak ada lagi tabu yang harus dijaga. Karena binatang memang tidak mengenal tabu.”
Sedangkan James VI dari Skotlandia dalam Daemonologie (1597), melihat penyebabnya yaitu segunung duduk masalah yang dihadapi insan mulai dari musibah dan cuaca buruk, gagal panen, serangan hama, dan kejahatan yang meningkat. Semua itu perlu seseorang atau sesuatu untuk disalahkan. Gampangnya, serigala dijadikan kambing hitam. Selain itu yaitu ketidaksiapan penduduk untuk melepaskan kepercayaan atas makhluk sejenis itu menciptakan insan serigala terus eksis dalam waktu lama.
Richard Carrington, penulis Mermaids and Mastodon menyamakan alasan di balik kepercayaan akan insan serigala dengan kepercayaan primitif, bahwa monster bekerjsama bentuk yang diciptakan insan sendiri, untuk mengkompensasikan posisinya sendiri yang demikian kecil di alam semesta.
Saat peradaban makin maju, mitos binatang seram pun lenyap. Contohnya, suku Indian Sioux di Dakota Utara, AS, yang dulu percaya akan adanya binatang pemangsa manusia. Tapi, keturunannya di kurun ini melupakan mitos itu. Menurut mereka, takhayul itu lahir jawaban rasa takut terhadap mastodon yang berkeliaran di dataran Dakota.
Pendapat insan serigala hanya takhayul belum mencapai kata putus. Jika benar itu sekadar ciptaan manusia, mengapa cerita itu bertahan sekian lama? Apa pula yahg menciptakan ilmuwan demikian getol berkutat memecahkannya?
0 comments:
Post a Comment