Sylvia Likens
Sylvia Likens (3 Januari 1949 - 26 Oktober 1965) yakni seorang gadis warga Amerika bab Indiana yang menjadi korban penyiksaan hingga mati oleh Ibu Gertrude Baniszewski dan 7 anaknya ( 1.Paula Baniszewski 2.Stephanie Baniszewski 3.John Baniszewski Jr 4.Marie Baniszewski 5.Shirley Baniszewski 6.James Baniszewski 7.Dennis Lee Wright Jr.) tidak hanya keluarga tersebut, belum dewasa muda di lingkungan keluarga Gertrude (Ricky Hobbs ,Coy Hubbard dll) juga ikut serta dalam penyiksaan terhadap gadis malang ini.
Orang renta Sylvia merupakan seorang pekerja sirkus karnaval sehingga sibuk untuk touring di beberapa kota. akibatnya mereka tetapkan untuk menitipkan Sylvia dan adiknya Jenny di keluarga Gertrude Baniszewski yang kebetulan Gertrude yakni seorang janda yang sedang mencari uang tambahan, dan mereka oke untuk membayar 20$ per minggu.
Penyiksaan ini dimulai ketika orang renta mereka terlambat mengirimkan cek senilai 20$, dan ibu Gertrude pun kesal yang akibatnya mereka berdua dieksekusi dengan cara memecut punggung mereka, padahal keesokan harinya cek itu sudah datang di tangan ibu Gertrude.
Pada hari-hari berikutnya Sylvia dituduh oleh Paula lantaran sudah mencemarkan nama beliau sebagai pelacur di sekolah mereka sehingga menciptakan ibu gertrude terpancing emosi untuk memukulnya dengan cara membiarkan Paula memukulnya di depan belum dewasa Gertrude.
Sebelum Sylvia di bawa ke basement (ruang bawah tanah) tiba-tiba ibu asuh ini sangat emosi melihat Sylvia pulang bersama sahabat lelakinya . kemudian ibu Gertrude menyuruhnya memasukan botol soda ke anusnya dan menyuruh John dan Coy untuk membawanya ke basement hingga ahirnya Sylvia pun pingsan lantaran dilempar dari lantai atas.
Selama di basement (Agustus-Oktober 1965), gadis malang ini melalui cobaan-cobaan yang sangat tragis dan kejam. belum dewasa Gertrude selalu membawa teman-temanya ke basement dan juga menjadi ajang perkumpulan untuk menyiksa Sylvia dengan cara di sundut , di pukul pakai tongkat sapu, di tonjok, di tendang (macem-macem kekerasan deh) alhasil beliau mendapatkan sundutan rokok dan luka bakar jumlahnya lebih dari 100 selain itu ada lapisan kulit banyak terkelupas. tapi cedera yang sangat luar biasa yakni ditemukannya kata-kata dalam abjad balok yang telah dibakar (jarum panas) secara pribadi ke perutnya "I'M A PROSTITUTE AND PROUD OF IT!" yang dilakukan oleh ibu Gertrude dan diteruskan oleh Ricky Hobbs
Ketika Stephanie Hobbs Baniszewski menyadari bahwa Sylvia tidak bernapas, Stephanie berusaha untuk menyampaikan Sylvia resusitasi (pernafasan dari verbal ke mulut), sebelum menyadari ternyata semua itu sia-sia.
Junko Furuta
Pada November 1988 silam, Publik Jepang Pernah digemparkan dengan kisah Gadis Junko Furuta (18) yang disiksa dan disekap oleh 4 cowok (Hiroshi Miyano,Yuzuru Ogura, Nobuharu Minato, Yasushi Watanabe) selama 44 hari hingga ahirnya tewas. Sebenarnya kisah ini menjadi sorotan tajam masyarakat Jepang hingga ketika ini, bahkan yang menciptakan geram, salah satu dari ke empat tersangkanya ketika ini telah bebas. kisah yang memilukan ini telah di Filmkan 2 kali, dibentuk dalam versi komik, dan Band berjulukan the Gazette menciptakan lagu berjudul Taion untuk mengenang gadis tersebut.
Kronologis
Hari 1 (22 November 1988) Terjadinya Penculikan
Dikurung sebagai tahanan rumah, dan dipaksa berpose sebagai pacar salah satu cowok, Diperkosa (lebih dari 400 kali totalnya), Dipaksa menelepon orangtuanya dan menyampaikan bila beliau kabur dan situasi aman, Kelaparan dan kekurangan gizi, Diberi makan kecoak dan minum kencing, Dipaksa masturbasi, Dipaksa striptease didepan banyak orang, Dibakar dengan korek api, Memasukan macam-macam (dari yang kecil hingga yang besar yang tidak sanggup dibayangkan) ke kemaluan dan anusnya
Hari 11 (1 Desember 1988)
Menderita luka pukulan keras yang tak terhitung berapa kali, Muka terluka lantaran jatuh dari daerah tinggi ke permukaan keras, Tangan diikat ke langit langit dan badannya dipakai sebagai samsak hidup sarana untuk ditinju, Hidungnya dipenuhi sangat banyak darah sehingga beliau cuma sanggup bernafas lewat mulut, Barbell dijatuhkan ke perutnya, Muntah darah ketika minum air (lambungnya tidak sanggup mendapatkan air itu), Mencoba kabur dan dieksekusi dengan sundutan rokok di tangan, Cairan menyerupai bensin dituang ke telapak kaki, dan betis hingga paha kemudian dibakar, Botol dipaksa masuk ke anusnya, sampe masuk, menyebabkan luka.
Hari 20 (10 Desember 1989)
Tidak sanggup jalan dengan baik lantaran luka bakar dikaki, Dipukuli dengan tongkat bambu, Petasan dimasukin ke anus, kemudian disulut, Tangan di penyet (dipukul supaya gepeng) dengan sesuatu yang berat dan kukunya pecah, Dipukulin dengan tongkat dan bola golf, Memasukan rokok ke dalam kemaluannya, Dipukulin dengan tongkat besi, Saat itu trend cuek bersalju dengan suhu minus beliau disuruh tidur di balkon, Tusuk sate dimasukin ke dalam kemaluannya dan anus menyebabkan pendarahan
Hari 30
Cairan lilin panas diteteskan ke mukanya, Lapisan mata dibakar korek api, Dadanya ditusuk-tusuk jarum. Pentil kiri dihancurkan dan dipotong dengan tang, Bola lampu panas dimasukin dikemaluannya, Luka berat di kemaluannya lantaran dimasukin gunting, Tidak sanggup kencing dengan normal, Luka sangat parah hingga membutuhkan sejam untuk merangkak turun tangga saja untuk memakai kamar mandi, Gendang indera pendengaran rusak parah, Ukuran otak menciut teramat sangat banyak
Hari 40
Memohon sama para penyiksa untuk membunuhnya saja dan menuntaskan penderitaannya.
1 January 1989
Junko tahun baruan sendirian, Tubuhnya dimutilasi, Tidak sanggup bangkit dari lantai (karena kakinya dimutilasi)
Hari ke 44
Para cowok itu menyiksa badannya yang termutilasi dengan barbell besi, dengan memakai alasan kalah main mahyong. Furuta mengalami pendarahan di hidung dan mulut. Mereka menyiram mukanya dan matanya dengan cairan lilin yang dibakar. Lalu cairan korek api dituang ke kaki tangan muka, perut dan dibakar. Penyiksaan final ini berlangsung sekitar 2 jam nonstop.
Junko Furuta meninggal pada hari itu juga dalam rasa nyeri sakit dan sendirian. Tidak ada yang sanggup mengalahkan 44 hari penderitaan yang sudah beliau alami.
Arie Hanggara
Pada November 1984 Publik Tanah Air pernah di gemparkan oleh kisah pilu seorang Anak berusia 8 Tahun berjulukan Arie Hanggara yang tewas sehabis sekian usang dianiaya orang tuanya, Machtino dan Santi. Kisah Arie Hanggara sangat menyedot perhatian publik kala itu, masyarakat menjadi sangat geram dan berita-beritanya menjadi Headline pada Surat Kabar pada waktu itu Wajar kemudian ketika difilmkan, Arie Hanggara menjadi film juara satu untuk penonton terbanyak. Menurut data Perfin pada 1986, penonton Arie Hanggara sekira 382.708.
Film ini menceritakan wacana kisah kasatmata sehabis warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 8 tahun berjulukan Arie Hanggara akhir penyiksaan orang tuanya. Media massa meliput penuh gempita kabar ini. Film ini berkisah wacana seorang penganggur kelas berat berjulukan Tino Ridwan (Deddy Mizwar). Sifatnya yang pemalas, tukang kesepakatan kelas kakap, dan pembuat anak yang besar lengan berkuasa menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya besar lengan berkuasa menciptakan anak.
Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya. Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu beliau sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi (Joice Erna) secara kumpul kebo. Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil).
Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, beliau melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.
Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, belum dewasa di rumah kian membandel saja. Oleh lantaran ini semua Tino selalu tetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara, si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie yakni membisu yang meresahkan Tino.
Tino bahwasanya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai banyak cincong dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama beliau mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula bila semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal. Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan menyerupai meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.
Di sekolah, Arie jadi pendiam, asosial, dan jadi bahagia mengincar dompet teman-temannya. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Karena merasa sakit sikap Arie sudah tak sanggup diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa si Arie ke pesanntren di Jawa Timur. Tapi sayang sebelum beliau dibawa ke pesantren, beliau harus melaksanakan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan beliau minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.
Tugas Arie di hari kedua sebelum kematian yakni membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani sanksi yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang rahasia memberinya biskuit. Tatkala mereka menunjukkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.
Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke Jatim itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, beliau lebih baik dieksekusi terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tapi raut wajah cuek yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di erat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan dan bunyi Tino sudah mengendur. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tapi kepatuhan yang melawan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, sehabis beliau diberi minum, dilarang lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.
Mungkin lantaran jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, beliau melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tapi goresan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangkit dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Namun tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari verbal anak yang sudah mencium anyir kematian semenjak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya beliau sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS dalam kondisi yang bahwasanya sudah tak bernyawa.
Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium anyir kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Lalu koran-koran ibukota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie yakni korban dari perceraian orang tuanya.
sumber: http://unik-aneh-seru.blogspot.com/
0 comments:
Post a Comment